Responsive Ads Here

Friday, April 20, 2018

Asal-usul hanacaraka

Asal Usul Hanacaraka


Dahulu kala di Pulau Majethi, hidup seorang kesatria bernama Ajisaka. Selain tampan, ia juga mempunyai ilmu tinggi dan sakti yang membuatnya hebat tak tertandingi. Suatu hari, ia berpetualang ke sebuah negeri yang sangat makmur, aman dan damai, yaitu Medang Kamulan di daerah Pulau Jawa beserta punggawanya, Dora dan Sembada. Dora bersama Ajisaka menuju negeri itu, sedangkan Sembada di suruh untuk menjada pusaka milik Ajisaka. Ia berpesan kepada Sembada agar tidak ada orang yang mengambilnya, kecuali Ajisaka sendiri.

Saat itu, Kerajaan Medhang Kamulan terkenal dengan rajanya Prabu Dewata Cengkar yang berbudi luhur dan bijaksana, serta menyayangi rakyatnya. Seuatu hari, sang raja memakan makanan di kerajaan bersama para patihnya. Namun tak disangka, jika masakannya sangat lezat dan nikmat. Maka, oleh Prabu Dewata Cengkar menyuruh salah satu Patih untuk menanyakan kepada juru masak, daging apa yang dimasak karena dagingnya sangat enak dan membuat sang raja ketagihan.

Ternyata, diketahui bahwa daging itu adalah potongan tangan yang tidak sengaja terpotong dan ikut diolah ke dalam makanan. Kemudian Prabu Dewata Cengkar menyuruh untuk setiap hari menyiapkan daging manusia untuk makan. Mulai saat itulah Sang Prabu menjadi jahat dan senang melihat rakyat yang menderita.

Melihat Sang Prabu Dewata Cengkar menjadi jahat, semua rakyatnya mengungsi dan menyelamatkan diri supaya tidak menjadi korban selanjutnya. Sang Patih pun bingung, karena rakyat semua sudah mengungsi dan tak bisa menyuguhkan daging manusia kepada Sang Prabu.

Saat itulah Ajisaka bersama Dora sampai di Kerajaan Medhangkamulan. Namun, Ajisaka heran melihat keadaan masyarakat yang sunyi dan menyeramkan. Hinga kemudian ia mencari tahu penyebabnya kepada sang Patih. Sang Patih pun menjelaskan kisah sang Prabu yang gemar memakan daging manusia.

Ajisaka pun menawarkan diri untuk dijadikan santapan selanjutnya, karena memiliki ketampanan dan masih muda. Awalnya sang Patih tidak mengijinkan, namun Ajisaka tetap bersikukuh untuk dijadikan makanan sang Prabu Dewata Cengkar.

Sang Prabu merasa heran, kenapa ada anak muda tampan yang mau dijadikan santapannya. Tanpa berfikir panjang, Sang Prabu pun mengiyakan Ajisaka untuk dijadikan makanan. Namun, Ajisaka mengajukan satu syarat sebelum ia dimakan oleh Sang Prabu, agar ia diberikan tanah seluas ikat yang ada dikepalanya. Dan Sang Prabu Dewatacengkar sendirilah yang harus mengukur tanah tersebut.

Permintaan itu dikabulkan oleh Sang Prabu. Ajaibnya, ikat kepala itu terus memanjang sampai ke Pantai Selatan. Ajisaka pun mengibaska ikat kepala tersebut, hingga Prabu Dewatacengkar terlempar ke tengah laut Selatan. Kemudian Wujud Prabu Dewatacengkar berubah menjadi buaya putih dan Ajisaka menjadi raja di Medhangkamulan.

Prabu Ajisaka kemudian menyuruh Dora pergi ke Pulau Majethi untuk mengambil pusaka saktinya. Namun, sesampainya di Pulau Majethi, Sembada tidak memberikan pusaka itu selain kepada Ajisaka, walaupun Dora sudah menjelaskan kejadiannya.

Akhirnya keduanya saling bertempur untuk mendapatkan pusaka itu kepada Ajisaka. Karena keduanya sama-sama sakti, petarungan itu akhirnya menewaskan mereka berdua. Sang Prabu Ajisaka yang mendengar kabar kematian Dora dan Sembada menyesal atas apa yang sudah dilakukannya. Kemudian ia mengabadikan punggawanya itu dengan menciptakan sebuah aksara yang berasal dari kejadian itu

HA NA CA RA KA "Ada utusan"

DA TA SA WA LA "Padha kekerengan" (Saling berselisih pendapat)

PA DHA JA YA NGA "Padha digdayane" (Sama-sama saktinya)

MA GA BA THA NGA "Padha dadi bathange" (Sama-sama jadi mayat/mati)
sumber:http://www.seputar-jateng.com/2015/09/asal-usul-hanacaraka.html

No comments:

Post a Comment